:Catatan atas dijebloskannya kembali Ketua Umum PSSI ke penjara

Oleh: Aji Wibowo

"All that I know most surely about morality and obligations I owe to football"
(Albert Camus, 7 Nov 1913 - 4 Jan 1960)

Bola bukan sekadar bola. Di era globalisasi ini tentulah familiar dengan istilah sportainment yang mengonfirmasikan fakta bahwa olahraga tak lagi sekadar olah tubuh dan pemelihara kesehatan jasmani namun sekaligus sebuah industri hiburan dan bisnis pertunjukan yang sanggup mengundang ribuan suporter dan jutaan pemirsa. Sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga. Meski demikian sepak bola adalah cabang olahraga yang jauh melampaui dari sekedar sportainment. Sepakbola adalah tentang falsafah hidup, representasi konflik dan kompetisi, ekspresi semangat dan perjuangan manusia, juga pelajaran akan moralitas dan kewajiban.

Albert Camus, filsuf eksistensialis Prancis, mestilah tak sekedar asal bicara tentang hutang budinya pada sepakbola namun sebenar-benarnya memahami dan terinspirasi dengan esensi sportivitas, fairplay dan good sportsmanship, yang merupakan jiwa dari permainan sepakbola. Pesan tentang moralitas dan tanggung jawab akan tugas tersebut bisa dengan ajakan langsung dalam rupa slogan di bendera atau spanduk di sekitar arena pertandingan. Namun pesan lebih jelasnya tertangkap lewat permainan di atas lapangan. Inspirasi sejati lahir dari rahim permainan yang jujur, kepatuhan pada aturan main, penghargaan pada lawan main, dan juga penghargaan pada korps pengadil pertandingan.

Berikut adalah beberapa ilustrasi tentang inspirasi good sportsmanship, sportivitas dan fair play. Pertandingan FA Carling Premiership antara Arsenal vs. Liverpool di (alm.) Stadion Highbury pada 24 Maret 1997 silam menjadi salah satu memorable matches ketika striker Liverpool, Robbie Fowler, menolak hadiah penalti dari wasit Gerald Ashby. Berdasarkan alasan jujur bahwa terjatuhnya dia di kotak penalti Arsenal bukan akibat dilanggar oleh kiper David Seaman. Pada akhirnya eksekusi penalti tetap dilakukan, Fowler maju sebagai algojonya (dan mengeksekusinya dengan lemah). Untuk sikap gentleman-nya, Fowler kemudian mendapat ganjaran penghargaan UEFA Fair play Award 1997.

Memorable moment at Highbury

Bahkan pemain bengal nan kontroversial Paolo di Canio, yang sebelumnya pernah diskorsing sebanyak 11 pertandingan sebab mendorong wasit, pun masih sanggup memberi teladan dengan mengedepankan hati nurani. Pada tahun 2000 pertandingan antara Everton melawan tim yang dibela di Canio, West Ham United, di stadion Goodison Park. Saat itu Di Canio, meski dalam posisi yang amat leluasa, memilih untuk tidak menjebol gawang Everton demi melihat penjaga gawang Everton, Paul Gerard, tergeletak cedera. Tak ayal perilaku di Canio ini menuai pujian, mendapat FIFA Fair play Award 2001 dan seketika mengganti reputasi buruk yang pernah melekat sebelumnya.

FIFA Fair play Award 2001

Yang terbaru yaitu kejadian di Carling Cup 2007 ketika para pemain klub Leicester City memberi jalan pada kiper Notingham Forest, Paul Smith, untuk mencetak gol diawal pertandingan sebagai bentuk penghormatan setelah Forest pada pertemuan pertama bersedia untuk menghentikan pertandingan saat unggul 1 - 0 pada jeda pertandingan karena ada pemain Leicester City, Clive Clarke, yang menderita serangan jantung.

Di lapangan sepakbola seorang pemain akan menuai cemooh atau pujian dari mayoritas penonton tidak hanya karena suguhan ketinggian skill dan tehnik olah bola saja namun bagaimana menunjukkan moralitas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pemain selama pertandingan. Hal tersebut juga berlaku pada elemen pertandingan lainnya seperti pelatih, perangkat pertandingan dan penonton atau suporter. Selain sanksi moral dari masyarakat sepakbola, menunggu pula sanksi hukuman yang tegas dari otoritas sepakbola yang berwenang jika elemen-elemen pertandingan tersebut gagal melaksanakan tanggung jawabnya dan lalai dalam menjaga sikap serta perilakunya.

Sepakbola pun bisa menjadi sarana efektif untuk menyampaikan dan memperjuangkan pesan-pesan moral tertentu. Seperti kampanye anti-Rasisme dan anti-perang baik yang resmi atau independen oleh segelintir penontonnya, a minute silence dan pemakaian ban hitam sebagai tanda simpati duka cita atas meninggalnya sosok baik di dalam maupun di luar sepakbola atau adanya tragedi kemanusiaan, pertandingan amal untuk menggalang dana bagi kepentingan sosial.

Bangkai di Tengah Telaga. Sepakbola pun dapat diumpamakan layaknya telaga dimana banyak orang bisa menimba air inspirasi dan teladan seperti yang Camus lakukan. Namun sangat mungkin terjadi, keindahan dan kejernihan telaga inspirasi itu tercemar oleh pengkhianatan terhadap esensi fairplay, sportifitas dan good sportsmanship. Kekerasan di lapangan baik oleh pemain atau pun penonton, skandal yang melibatkan perangkat pengadil pertandingan, pengaturan skor dengan campur tangan pihak luar seperti mafia dan bandar judi, perilaku pengurus otoritas sepakbola yang minor lagi korup dan sebagainya. Di samping itu, penilaian akan moral pelaku sepakbola juga sering dikaitkan dengan perilaku mereka di luar lapangan. Banyak sampel yang menunjukkan betapa nama tenar kemudian dipandang miring dan mendapat sanksi skorsing akibat aksi criminal seperti terlibat perkelahian, skandal seksual, pelanggaran lalu lintas dll. Jadi, setiap perilaku menyimpang di dalam dan di luar lapangan pertandingan oleh insan sepakbola seringkali berdampak langsung pada citra sepakbola itu sendiri.

Realitasnya sepakbola akhirnya tak selalu berupa telaga jernih sumber air inspirasi tetapi juga bisa berubah menjadi danau cemar yang butuh upaya untuk dibersihkan. Seperti yang terjadi dengan sepakbola Indonesia. Nurdin Halid (selanjutnya ditulis NH), sang Ketua Umum PSSI, kembali “berkantor” di rumah tahanan. Untuk menjalani vonis hukuman dua tahun, berdasarkan keputusan kasasi yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung putusan Nomor 1384K/Pid/2005 tanggal 15 September 2007, pada kasus korupsi distribusi minyak goreng senilai Rp167,71 milyar. Setelah sebelumnya, pada periode pertama menjabat Ketua Umum PSSI tahun 2005, juga harus menginap “hotel prodeo” untuk vonis dua tahun akibat kasus penyelundupan ribuan ton gula ilegal. Masuk rumah tahanan Salemba 18 September 2007 atau hanya enam hari setelah dilantik sebagai anggota DPR. Celakanya, selain kasus minyak goreng masih ada kasus yang dapat menjerat dan memaksa NH kembali ke bui yaitu kasus BPPC.

Dan seperti pada dua tahun lalu, NH kembali enggan untuk mundur dari jabatannya meski banyak pihak menyuarakan keprihatinan dan menyarankan untuk berbesar hati menyerahkan mandat. Hebatnya para pengurus PSSI baik pusat maupun di daerah mendukung penuh pilihan sang ketua. Dalam setiap kesempatan, yang keluar selalu pembelaan mati-matian terhadap ketua pilihan mereka.

Solusi Moral dan Hak (Suara) Suporter. Berharap kebesaran jiwa dan sikap legowo dari NH serta kroninya seperti memecah batu dengan tangan telanjang alias sangat sulit. Mestinya tanpa perlu menunggu rekomendasi dan keputusan dari FIFA, seluruh insan sepakbola nasional punya sikap dan solusi untuk memupus kisruh ini. Dengan menilik kembali pada esensi-esensi yang termuat pada permainan sepakbola maka penyelesaian kisruh NH mestinya tak perlu menjadi polemik yang berlarut-larut. Pelanggaran pada esensi fair play dan sportifitas apabila tidak dihentikan akan menjangkiti yang lain. Apa yang NH lakukan adalah preseden. Apabila pucuk pimpinan dan kawan-kawan pengurusnya dengan tanpa beban dan tanpa gangguan leluasa melakukan pelanggaran serta mempermainkan aturan maka sangat mungkin para pemain dan pelaku dilapangan akan semakin beringas dan gaduh pula melakukan pelanggaran akibat dari krisis kepercayaan.

Dengan pertimbangan aspek moral maka alasan-alasan prosedural, bahwa NH tidak perlu untuk diganti, yang selama dipakai oleh pengurus dalam pembelaan mereka bisa dikesampingkan. Terdapat kepentingan jangka panjang yang lebih besar yang harus dikedepankan daripada mempertahankan satu orang meskipun secara prosedural memungkinkan. Kenyataannya, FIFA pun tidak mengakui hasil Munaslub di Makassar. Dalam statuta FIFA, pada pasal 32 ayat 4 standart statutes, secara tegas memaparkan bahwasanya pengurus organisasi sepakbola haruslah orang yang aktif di sepakbola dan tidak tersangkut masalah kriminal. So, mau diteruskan Puang?

Terkait membebeknya para pengurus pada NH (baca: ketua umum) menunjukkan lemahnya inisiatif para pegiat sepakbola baik di daerah maupun di pusat untuk memulai perubahan. Jadi di masa depan, suporter harus mengambil peran penting dalam proses perubahan di tubuh otoritas tertinggi sepakbola Indonesia. Dengan besaran massanya yang luar biasa maka ketika suporter bersuara bisa menjadi kekuatan penekan yang efektif. Selama ini beberapa kelompok suporter sudah menampakkan keprihatinannya pada ketidakbecusan pengurus PSSI. Beberapa dari mereka pun hanya mengungkapkan lewat spanduk dan kaos yang dikenakan. Seandainya kelompok-kelompok suporter, yang prihatin dengan nasib PSSI dan prestasi sepakbola nasional, menyatukan sikap meski dalam urusan dukung mendukung klub mereka berkonflik, maka harapan untuk menyelamatkan sepakbola Indonesia tetap menyala. Bagaimana suporter Indonesia, Are you ready to fight, fight together?