Hasrat Tak Bertepi

, , 3 comments
When intention, ability, success, and correctness come together, there happiness is perfected.
Husayn (626 - 680), Islamic religious leader.


Seluruh skuad dan suporter La Furia Roja Spanyol bergembira setelah menuntaskan dahaga gelar selama 44 tahun dan menambah koleksi silverware mereka dengan mengalahkan Der Panzer Jerman melalui gol semata wayang Fernando Torres menit ke-33. Tampil konsisten dengan permainan berkualitas dan selalu menang sepanjang turnamen, ditambah gelar top scorer, best player dan sembilan pemainnya terpilih untuk The Team of the Tournament membuat Spanyol laik-layak disebut sebagai juara sejati. Sukses besar ini merupakan azam dari seluruh skuad Spanyol yang didengungkan lewat Luis Aragones & Fernando Torres sebelum laga final.



Perhelatan akbar bertajuk UEFA Euro 2008 di Swiss dan Austria pun berakhir di Stadion Ernst Happel. Tidak selalu akhir yang bahagia karena sebagian banyak yang lain justru mereguk pahitnya kekecewaan. Dan final di Vienna itu pun menjadi moment yang tidak biasa bagi Michel Platini. Pada malam kejayaan itu, Platini sebagai presiden UEFA dengan perasaan tidak tergambarkan menyerahkan kembali Piala, yang dia rebut dari mimpi-mimpi para pemain Spanyol pada final Piala Eropa 24 tahun yang lalu, pada sang juara Spanyol lewat tangan kapten tim Iker Casillas.

Banyak pihak menyebut turnamen empat tahunan sebagai sebuah pesta sepakbola. Namun secara keseluruhan, pertandingan final dan seluruh fase dalam turnamen ini tidak selalu identik dengan pesta. Namun bisa berwujud sebuah drama, epos atau saga. Ada banyak cerita hebat, heroik, dramatis, tragis dan banyak hal lainnya terjadi dalam satu putaran waktu. Yang menang berhak tertawa, menangis bahagia gembira luar biasa dan mendapat sambutan hangat pendukungnya. Bagi yang kalah ini adalah cerita sedih yang bakal menjadi salah satu monumen buruk dalam hidupnya. Namun tak selalu demikian, karena yang kalah dan tersingkir pun berhak bangga bersuka cita. Beberapa tim, meski kalah bukan berarti harus berkubang dengan kesedihan. Toh apa yang mereka dapatkan sepertinya melebihi ekspektasi mereka dan pendukungnya, faktanya adalah Turki dan Rusia.


Selama tiga minggu lalu kita menjadi saksi atas terciptanya berbagai sensasi, dan keajaiban. Ay Yildizlilar Turki pun akan dikenang sebagai tim yang produktif dengan serangkaian keajaiban dan cerita dramatis. Mereka hanya absen berlaku ajaib pada pertandingan pertama. Sejak itu dari menang atas Swiss 2-1 setelah sebelumnya ketinggalan untuk kemudian memukul di waktu tambahan via gol Semih Senturk. Dilanjutkan kemenangan 3-2 atas Republik Ceko setelah ketinggalan 2-0 dan menang berkat kontribusi gol Nihat Kahveci di menit 87 dan 89. Kroasia pun hanya bisa merasakan sensasi nyaris menang setelah gol Ivan Klasnic di menit 119 langsung dibalas gol Semih Senturk menit 120+2, dan di babak adu penalti Turki mematahkan hati pemain dan pendukung Kroasia dengan menang 1-3, tragedi pun menghampiri Kroasia. Kemenangan Turki sekaligus membayar tuntas dua kegagalan para leluhur mereka, Dinasti Ustmaniyah atau Ottoman, menginvasi kota Vienna (tepatnya Eropa) di tahun 1529 dan 1683. Ironisnya di semifinal Turki, yang telah begitu banyak kehilangan pemain intinya akibat cidera dan hukuman akumulasi kartu, juga kalah secara dramatis di ujung pertandingan dari Jerman 3-2. Turki dan lawan-lawannya telah mengajari kita untuk tidak menyerah sebelum peluit akhir tanda kehidupan dibunyikan.

Kita juga banyak dihibur oleh penampilan cerlang-cemerlang Belanda yang menguasai grup neraka grup grup C dengan totaal voetbal-nya. Meski akhirnya tersingkir oleh Rusia yang tak kalah impresifnya memainkan gaya power football. Setelah berturut-turut menang dengan marjin skor yang signifikan masing-masing 3-0 atas juara dunia Italia dan 4-1 dengan Prancis, skuad Oranje pun sanggup mengatasi perlawanan Rumania dengan tim lapis keduanya.

Pastilah perhelatan selama sebulan menyisakan begitu banyak cerita dan inspirasi. Menghadirkan kebahagian sekaligus kekecewaan. Harus diakui meski tak sepenuhnya benar, bahwa perhelatan itu telah banyak memberikan manfaat dan keuntungan bagi banyak pihak. Bagi yang berorientasi pada keuntungan, rasanya tidak ada satu pihak pun dari penyelenggara dan rekanannya yang tidak menangguk untung besar. Bagi yang mencari hiburan, tak selamanya mereka mendapatkan kesenangan batin memang tetapi suguhan pertandingan yang senantiasa ketat dan menarik, sajian aksi dan kelebihan skill individu pemain, pun pelayanan maksimal penyelenggara membuat sedikit sekali yang berada di pihak yang kecewa. Bagi tim peserta dan elemen pendukungnya, torehan prestasi yang maksimal membuat mereka terbayar usaha kerasnya. Bagi yang kalah dan tersingkir, menjadi moment koreksi dan pembenahan untuk memulai lagi langkah meraih prestasi.

Yang patut ditunggu, di negeri yang begitu dimanja dengan kemudahan siaran langsung ini hikmah apakah yang bisa diambil dari UEFA Euro 2008 selain perhelatan olahraga akbar lainnya. Selain telah mengalihkan sejenak risau dan kesumpekan akibat terus meningkatnya kesulitan ekonomi. Efek langsung yang dirasakan kerap bernilai negatif seperti menurunnya produktifitas kerja akibat berubahnya pola istirahat dan merebaknya perjudian baik dengan niat sekadar iseng maupun mencari untung.

Sulit bagi kita untuk tahu apakah disaat penting sperti ini, para otoritas tertinggi sepakbola nasional meningkatkan sensitifitasnya dalam mencandra pengetahuan dan informasi yang bertebaran atau justru seperti kebanyakan warga bangsa ini yang hanya menjadi penikmat dari jauh dan ikut larut dalam hiruk pikuk hura-hura. Yang terlihat dan banyak terjadi adalah bagaimana para politisi yang sedemikian tajam watak oportunisnya berusaha mencari muka dari moment itu. Para kandidat mencoba menyedot perhatian dengan muncul di iklan dan hadir acara-acara nonton bareng (public viewing) Euro 2008. Upaya yang sah memang namun sebuah cara yang egois dan tidak banyak memberi kontribusi bagi kemaslahatan rakyat banyak. Kebanyakan mereka setelah berkuasa lupa pada upaya pembinaan prestasi bahkan mencoba mengambil untung dengan memobilisasi kelompok-kelompok suporter.

Akhirnya, bagi bangsa ini usai hajatan berarti usai hingar bingarnya. Sedangkan mereka, purnanya perhelatan berarti awal dari sebuah tugas baru. Fernando Torres pun sudah memaklumatkan hasrat rekan-rekan satu timnya bahwa tugas berikutnya adalah merebut Piala Dunia di Afrika Selatan.

3 comments:

Helman Taofani mengatakan...

Satu-satunya tim favorit yang nggak "bunuh diri" adalah Spanyol. Rata-rata tim favorit menembaki diri mereka sendiri (meminjam istilah Budarto Shambazy) sehingga menggiring ke munculnya Turki dan Rusia di semifinal. Kejutan? Dengan format turnamen, satu kegagalan bisa fatal, dan satu kemenangan bisa menyilaukan mata. Rusia tidak segera berbenah usai mengalahkan Belanda. Itu adalah tindakan mereka menembak diri mereka sendiri. Padahal jika attitude mereka sama seperti ketika usai ditaklukkan Spanyol di penyisihan grup, mungkin mereka bisa membuat kejutan sesungguhnya.

Jadi, yah...Spanyol adalah tim paling cerdas dan mereka layak jadi juara.

Unknown mengatakan...

Sepakat...Spanyol adalah tim yang paling bisa diterima sebagai juara. Dengan kualitas permainan yang baik dan performa yang stabil. Yang paling penting; skuad mudanya.

Selain "bunuh diri" dalam hal permainan juga pada tataran kebijakan, teristimewa pemilihan pemain. Italia dan Prancis sampelnya.

Kecewa pastinya melihat Italia gagal berjaya. Namun, patut ditunggu debutan2 yang bakal dimunculkan Mr. Lippi demi puncak prestasi 2010.

Firman Rissaldi mengatakan...

Setuju, sepakbola tidak hanya sekedar skill individu orang per orang. Banyak variabel yang harus dikondisikan oleh pelatih. Emosi, psikologi, suasana team seringkali lebih mewarnai kesuksesan team.

"Hasrat tak bertepi" milik Turki, sayang ketidakberuntungan menggenapi deretan kartu merah dan cedera pemain asuhan Fatih Trim.

Belanda ... team ejakulasi dini.
Portugal ... masih terlalu jauh untuk matang.

Spanyol ada di tangan Aragones. Salut atas kejeliannya tidak menjadikan Fabregas sebagai pemain inti di beberapa pertandingan. Aragones pintar memainkan "hasrat" pemain agar selalu di fase puncak.